Pemerintah Indonesia mengumumkan keputusan resmi mengenai kepemilikan empat pulau yang sebelumnya diperebutkan antara Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Presiden Prabowo Subianto menetapkan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik Provinsi Aceh.
Keputusan ini diungkapkan dalam konferensi pers yang berlangsung di Istana Kepresidenan Jakarta, disaksikan oleh sejumlah pejabat penting serta pemimpin daerah. Pulau yang menjadi objek sengketa meliputi Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Rapat Terbatas Sebagai Langkah Penyelesaian
Pemerintah Indonesia mengadakan rapat terbatas pada Selasa untuk menyelesaikan polemik seputar kepemilikan empat pulau. Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan bahwa rapat bertujuan untuk menemukan solusi untuk permasalahan antara Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
Prasetyo menekankan pentingnya rapat tersebut dengan mengatakan, “Rapat terbatas dalam rangka mencari jalan keluar terhadap permasalahan dinamika 4 pulau di Sumut dan di Aceh.” Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan dokumen dan data pendukung yang relevan.
Proses rapat terbatas ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan isu yang telah berlarut-larut demi memberikan kepastian hukum atas kepemilikan pulau-pulau tersebut.
Keputusan Resmi Pemerintah
Melalui laporan dari Kementerian Dalam Negeri, Prasetyo mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah memutuskan keempat pulau tersebut adalah milik Aceh secara administratif. “Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen data pendukung, kemudian tadi bapak Presiden telah memutuskan bahwa … keempat pulau … secara administrasi berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk wilayah administrasi Aceh,” jelasnya.
Penting untuk dicatat bahwa keputusan ini tetap diambil meski sebelumnya pernah ada ketidakjelasan antara klaim Pemprov Sumut dan Aceh. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri juga memberikan dukungan kepada klaim Gubernur Sumut yang tercantum dalam Keputusan Mendagri yang diterbitkan pada 25 April 2025.
Keputusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mengakhiri sengketa yang berkepanjangan dalam mengatur batas wilayah administrasi antara dua provinsi tersebut.
Polemik Berlanjut
Menyusul keputusan tersebut, Pemprov Aceh menyatakan ketidakpuasan dan tidak menerima hasil dari rapat terbatas. Mereka mengungkapkan rencana untuk memperjuangkan peninjauan ulang atas keputusan tersebut.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa konflik atas keempat pulau bermula dari perubahan nama pulau yang diajukan Pemprov Aceh sejak 2009. “Proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat,” tegasnya.
Syakir juga menambahkan bahwa Kementerian Dalam Negeri sudah beberapa kali memfasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan demi mendapatkan keputusan yang objektif. Namun, meski demikian, masih terdapat ketidakpuasan dari Pemprov Aceh atas hasil keputusan ini.