Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menanggapi rencana pemerintah untuk memotong komisi driver online sebesar 10%. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini dapat merugikan ekosistem transportasi online yang sudah ada.
Ketua Umum Oraski, Fahmi Maharaja, menekankan bahwa pemotongan biaya seharusnya menjadi urusan antara penyedia aplikasi dan mitra mereka, bukan diatur terlalu jauh oleh pemerintah.
Penolakan Terhadap Rencana Pemotongan Komisi
Aksi unjuk rasa oleh pengemudi ojek online (ojol) terjadi di Jakarta sebagai respon terhadap wacana pemotongan komisi yang dinilai merugikan. Oraski menilai jika potongan biaya aplikasi diberlakukan, hal ini akan berdampak negatif pada pendapatan driver dan tarif yang dibebankan kepada penumpang.
Fahmi Maharaja dalam pernyataannya menegaskan, “Menurut kami apabila pemotongan biaya aplikasi ditekan, ini akan menjadi hal yang kontraproduktif karena dampak yang ditimbulkan ialah bukan berarti dapat menaikan pendapatan driver melainkan hanya berdampak kepada tarif ke penumpang yang akan semakin rendah.”
Dia juga menekankan bahwa pemotongan ini merupakan urusan bisnis yang seharusnya tidak diatur oleh pemerintah. Oraski percaya bahwa keterlibatan pemerintah seharusnya lebih pada memberikan insentif dan dukungan lainnya.
Solusi Alternatif untuk Kesejahteraan Driver
Sebagai langkah alternatif, Oraski mengusulkan beberapa solusi untuk meningkatkan kesejahteraan driver. Di antaranya adalah insentif pajak, subsidi kendaraan, serta edukasi berkelanjutan dari pemerintah.
Fahmi menjelaskan, “Misalnya penghapusan PPN dan PPh atas pembelian kendaraan operasional. Potongan pajak untuk pembelian suku cadang. Subsidi program pendidikan dan pelatihan untuk driver.”
Dengan pendekatan ini, Oraski yakin bahwa kesejahteraan driver bisa meningkat tanpa harus melibatkan intervensi langsung pada regulasi tarif.
Risiko yang Diakibatkan oleh Intervensi Pemerintah
Lebih lanjut, Fahmi juga memperingatkan bahayanya jika pemerintah memaksakan regulasi yang tidak seharusnya mereka atur. “Apabila pemerintah atau DPR tetap memaksakan intervensi pada regulasi tarif dan potongan yang bukan ranah kewenangannya, maka risiko keruntuhan seluruh ekosistem transportasi online sangat besar,” tegasnya.
Oraski berharap dialog yang sehat antara pemerintah dan pengemudi dapat dijalin untuk mencapai kebijakan yang saling menguntungkan. “Kami akan terus berada di jalur perjuangan yang rasional dan solutif, tanpa perlu terjebak dalam dinamika politik sesaat yang justru dapat merusak ekosistem yang telah kita bangun bersama,” tuturnya.