Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan legislatif (pileg) untuk DPRD akan diadakan paling cepat dua tahun setelah pemilu nasional.
Dengan pemilu nasional yang berlangsung pada 2029, pelaksanaan pilkada selanjutnya dipastikan baru dapat dilakukan pada tahun 2031.
Implikasi dari Putusan MK
Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa masa transisi dibutuhkan bagi pasangan kepala daerah terpilih pada 27 November 2024 dan anggota DPRD hasil pemilu 14 Februari 2024.
Majelis hakim menekankan pentingnya norma peralihan untuk mengatur masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD agar dapat terjadwal dengan baik.
MK mencatat bahwa pemilu tingkat nasional dan daerah tidak dapat dilaksanakan bersamaan, yang pertama kali terlihat pada tahun 2029, memberikan fokus lebih pada setiap pemilu.
Desakan untuk Perumusan Norma Transisi
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebutkan bahwa keputusan MK akan menjadi referensi penting dalam revisi Undang-Undang Pemilu di masa mendatang.
Dia juga menambahkan bahwa penting untuk mencari formula yang tepat untuk mengatasi masa transisi, termasuk kemungkinan penunjukan pejabat sementara di tingkat lokal.
Rifqinizamy menegaskan, ‘Untuk anggota DPRD satu-satunya cara adalah dengan cara kita memperpanjang masa jabatan’, menandakan kompleksitas dalam penyesuaian regulasi.
Tantangan Bagi Partai Politik dan Pemilih
MK menekankan bahwa penyelenggaraan pemilu yang berdekatan dapat menyebabkan kejenuhan di kalangan pemilih karena banyaknya kertas suara yang harus dicoblos.
Dengan pemisahan jadwal pemilu, diharapkan akan memperkuat konsolidasi politik dan memfasilitasi persiapan yang lebih matang bagi calon yang akan bertarung di pemilu mendatang.
Sebagai implikasi, MK berpendapat bahwa pemisahan ini membantu mengurangi tekanan pada lembaga politik dan pemilih, memberi mereka peluang untuk mengevaluasi setiap pilihan dengan lebih hati-hati.