Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Penetapan ini dilakukan setelah KPK melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 26 Juni 2025.
Kelima tersangka terdiri dari pejabat publik dan pihak swasta, termasuk Topan Obaja selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. KPK menyebut nilai proyek yang diduga terlibat dalam korupsi tersebut mencapai Rp231,8 miliar.
Identifikasi Tersangka
KPK telah merilis nama-nama lima tersangka yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Di antara mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, dan Rasuli Efendi Siregar, yang adalah Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Tersangka lainnya adalah Heliyanto, yang menjabat sebagai PPK di Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut, serta M. Akhirun Efendi Siregar, Direktur Utama PT DNG, dan M. Rayhan Dulasmi Pilang, Direktur PT RN. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan informasi lebih lanjut terkait kasus ini dalam konferensi pers yang digelar.
Proses OTT dan Jumlah Proyek
Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa dua operasi tangkap tangan dilakukan pada malam 26 Juni 2025, berfokus pada proyek-proyek di Dinas PUPR dan Satuan Kerja Pembangunan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut. KPK mencurigai keterlibatan pihak swasta, seperti PT DNG dan PT TN, dalam praktik penyuapan guna memenangkan lelang proyek pembangunan jalan.
Nilai total proyek yang menjadi sorotan KPK adalah Rp231,8 miliar. Proses investigasi mengungkap bahwa terdapat penarikan uang sekitar Rp2 miliar yang diduga akan dibagikan kepada pihak-pihak tertentu sebagai bagian dari praktik korupsi yang berlangsung.
Latar Belakang Tersangka Utama
Topan Obaja, yang baru dilantik sebagai Kepala Dinas PUPR Sumut pada 24 Februari 2025, diketahui memiliki kedekatan dengan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Sebelum memegang posisi saat ini, Topan bekerja di Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi Kota Medan saat Bobby menjabat sebagai Wali Kota.
Dengan kedekatan tersebut, penetapan Topan sebagai tersangka mengejutkan karena menyisakan harapan publik akan transparansi dan pengelolaan proyek yang lebih baik. Kasus ini kembali menyoroti perlunya pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah daerah.