Fenomena ‘quiet quitting’ semakin hangat diperbincangkan, terutama di kalangan generasi Z. Survei terbaru tahun 2025 menunjukkan betapa relevannya konsep ini di lingkungan kerja saat ini.
Dengan latar belakang pergeseran nilai-nilai kerja, banyak anak muda mempertanyakan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Apakah mereka benar-benar siap untuk menjadikan pekerjaan sebagai identitas utama?
Apa Itu Quiet Quitting?
Quiet quitting merujuk pada fenomena saat seorang karyawan memutuskan untuk melakukan hanya tugas minimum di tempat kerja. Mereka tidak lagi berupaya maksimal, melainkan sekadar memenuhi tanggung jawab dasar.
Fenomena ini muncul seiring dengan tekanan pekerjaan yang meningkat dan keinginan untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Banyak yang percaya bahwa tidak perlu memberikan komitmen lebih pada perusahaan, terutama jika tidak ada imbalan yang sepadan.
Dalam survei yang dilakukan kepada generasi Z di Indonesia, 60% responden menyatakan bahwa mereka lebih memilih untuk tidak berinvestasi penuh dalam pekerjaan mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka lebih mementingkan kesehatan mental dan waktu pribadi.
Perubahan Dalam Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja telah banyak berubah sejak pandemi COVID-19. Banyak pekerja yang kini memilih fleksibilitas dan keseimbangan hidup yang lebih baik dalam pekerjaan mereka.
Hasil survei menunjukkan bahwa 70% dari generasi Z lebih memilih pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas waktu dan tempat. Mereka ingin menemukan cara untuk bekerja dengan efisien tanpa merasa tertekan untuk selalu hadir secara fisik di kantor.
Perusahaan-perusahaan yang tidak beradaptasi dengan perubahan ini berisiko kehilangan talenta muda. Banyak dari generasi Z lebih cenderung meninggalkan pekerjaan yang tidak mendukung prinsip kerja mereka.
Dampak Pada Karir dan Produktivitas
Satu sisi dari quiet quitting adalah, meskipun karyawan tampak tidak terlibat, mereka sebenarnya sedang mencari makna lebih dalam dari pekerjaan mereka. Mereka ingin memastikan bahwa apa yang mereka lakukan sejalan dengan tujuan hidup pribadi.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan tantangan bagi perusahaan, seperti penurunan produktivitas dan terhambatnya inovasi. Jika tim tidak berkomitmen penuh, sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Penting bagi perusahaan untuk memahami motivasi di balik quiet quitting ini. Dengan menciptakan budaya yang menghargai keseimbangan kerja-hidup, perusahaan dapat mendorong karyawan untuk kembali terlibat dan bermotivasi tinggi.