DPR RI, melalui Ketua Tim Pengawas Haji, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki otoritas untuk memanggil eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait dugaan korupsi kuota haji tahun 2024.
Cucun menekankan bahwa rekomendasi dari pansus haji 2024 dapat dijadikan rujukan bagi KPK untuk penyelidikan lebih lanjut terkait isu ini.
Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
KPK saat ini sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan kuota haji 2024 yang dipimpin oleh Gus Yaqut. Lima organisasi masyarakat telah melaporkan dugaan tersebut, memicu KPK untuk mencari kejelasan lebih lanjut.
“Sebagaimana yang disampaikan Pak Plt Deputi KPK, Asep Guntur Rahayu, laporan masyarakat mengenai dugaan TPK kuota haji saat ini masih dalam proses penyelidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.
Kelima kelompok masyarakat yang membawa laporan ini terdiri dari Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa STMIK Jayakarta, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat), dan Jaringan Perempuan Indonesia (JPI).
Rekomendasi dan Penyelidikan KPK
Cucun Ahmad Syamsurijal menegaskan bahwa hasil pansus dapat dijadikan rujukan untuk KPK dalam proses penyelidikan ini. “Itu kan hasil DPR sama pemerintah tinggal ditindaklanjuti sama aparat penegak hukum,” jelasnya.
Dirinya juga menilai penting untuk melibatkan Yaqut dalam pemeriksaan meskipun ia tidak hadir dalam rapat pansus. KPK diharapkan untuk mematuhi prosedur yang ada dalam menentukan siapa saja yang perlu dipanggil dalam proses ini.
Perubahan Kuota Haji dan Kesepakatan yang Unilateral
Kasus ini berakar dari kesepakatan dalam Rapat Panja Haji mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 yang melibatkan Yaqut pada 27 November 2023. Dalam rapat tersebut disepakati total kuota haji Indonesia untuk tahun 2024 sebesar 241.000 jemaah.
Namun, Kementerian Agama mengubah kuota secara sepihak dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VIII DPR pada 20 Mei 2024. Perubahan tersebut mencakup pengalihan kuota sebesar 8.400 dari jemaah reguler ke jemaah khusus tanpa persetujuan DPR.
Raffi selaku Koordinator AMALAN Rakyat mengungkapkan bahwa perubahan ini melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang membatasi kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota nasional.