Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa praktik beras oplosan mengakibatkan kerugian besar bagi negara. Ia menyatakan kerugian yang ditargetkan mencapai Rp100 triliun setiap tahun.
Dalam acara Penutupan Kongres PSI 2025, Prabowo menegaskan bahwa praktik curang ini berdampak serius terhadap perekonomian, bahkan dapat dianggap sebagai kejahatan ekonomi.
Kerugian Ekonomi yang Signifikan
Dalam acara Penutupan Kongres PSI 2025 pada Minggu (20/7), Prabowo menyatakan, “Saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah Rp100 triliun tiap tahun, Rp100 triliun tiap tahun berarti lima tahun Rp1.000 triliun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa. Menurut saya ini sudah termasuk subversi ekonomi, menikam rakyat.”
Ia menjelaskan bahwa praktik beras oplosan terjadi ketika beras biasa dijual sebagai beras premium, yang membuat harga beras melambung tinggi dan merugikan konsumen. Tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran hukum yang perlu ditindak tegas.
Visi Pengentasan Kemiskinan
Prabowo menekankan bahwa potensi kerugian yang dicapai setiap tahun seharusnya bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia. “Anda bisa bayangkan Rp100 triliun kita bisa bikin apa. Mungkin kita hilangkan kemiskinan dalam lima tahun dengan Rp1.000 triliun itu,” tuturnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan pentingnya alokasi sumber daya yang tepat agar tidak terjadi kerugian yang merugikan rakyat. Prabowo mengaitkan isu beras oplosan ini dengan pengurangan angka kemiskinan di tanah air.
Produksi Pangan dan Program Makan Bergizi
Tak hanya tentang kerugian akibat beras oplosan, Prabowo juga mengangkat isu ketersediaan pangan nasional yang diklaim berada dalam kondisi terbaik sepanjang sejarah. “Produksi pangan kita belum pernah dalam sejarah kita memiliki cadangan beras di gudang pemerintah lebih dari 4,2 juta ton beras, jagung juga produksinya naik 30 persen, beras naik 48 persen,” ujarnya.
Pemerintah juga menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mendapat perhatian di berbagai forum internasional. Prabowo menyebutkan penerima manfaat program ini terus bertambah, dengan target mencapai 25 juta pada bulan Agustus mendatang.